Ini memang menjual dalam arti yang sebenarnya. Menukarkan puisi kita dengan sejumlah imbalan uang. Mengirimkan karya puisi kita ke media massa komersial yang menyediakan imbalan bagi karya-karya yang dimuat itu bagus. Media seperti itu biasanya menerapkan sistem seleksi yang sangat ketat. Memang cara seleksinya sangat tergantung pada subjektivitas sang redaktur, tetapi berkomunikasi dengan bermacam karakter para redaktur ini pun bagus untuk melihat sejauh mana karya kita mampu “bicara”.
Ada juga yang perlu diingat, menulis puisi sebaiknya lebih untuk “kesenangan” diri sendiri ketimbang mencari uang. Puisi-puisi yang sengaja ditulis untuk mencari nafkah, meski halal, tetap diragukan “niat puisi”nya. Menulislah untuk dirimu sendiri, untuk kepuasan batinmu, Penyairku sayang. Bila puisimu disiarkan juga di media massa dan mendapatkan imbalan, nikmatilah itu sebagai sekedar kemewahan sementara.
Desi wulandari
Harapan. Dburan ombak mraung raung . . . Kcauan brung brnyanyi mrdu . . . Mmbngunkan dri tdur llapku . . . Mmbwaku ke istna smudra . . . Tuk prgi brsma pnghuni laut . . . Prgi jauh mnju sbuah impian . . . Brfikir psitif Brpndrian tguh Tuk mnggpai asa .
Aris
Ibu…
Begitu banyak keselahanku padamu
Sampai aku tak sadar betapa indahnya surga ditelapak kakimu
Kau merawatku sejak aku belum bisa melihat dunia
Kau membesarkanku sendiri dengan kedua tanganmu
Kau mendidikku, mengajariku tanpa bosan
Kau mengorbankan waktumu, pikiranmu,tenagamu untuk mengasuhku
Sampai kekuatanmu mulai melemah
Ibu….
Betapa pedulinya engkau terhadapku
Kau memasak air matamu untuk mencukupiku
Kau mengumpat kesedihanmu dengan senyuman kasih sayangmu
Sampai sekecil debu diwajahmu
Tak terlihat dengan tulusnya kasih sayangmu